Banyak brand berlomba-lomba beriklan di Instagram dengan asumsi bahwa visual ciamik dan call-to-action agresif cukup untuk menarik perhatian. Namun, untuk produk dengan harga tinggi atau bersifat high consideration (seperti properti, luxury goods, atau layanan B2B), pendekatan hard selling justru bisa menjadi bumerang. Di sinilah pentingnya memahami bahwa Instagram ads seharusnya menjadi medium untuk membangun koneksi, bukan sekadar menjual cepat.

Menurut Margaret Mark dan Carol S. Pearson dalam bukunya The Hero and the Outlaw, konsumen tidak hanya membeli produk; mereka membeli makna, identitas, dan aspirasi yang dikomunikasikan oleh brand. Konsep archetype dalam branding sangat relevan ketika kita merancang storytelling yang kuat dalam campaign Instagram ads, terutama untuk produk premium.

 

Kenapa Hard Selling Tidak Cocok untuk High Ticket Product?

  1. Konsumen Butuh Alasan Emosional untuk Membeli
    High ticket product bukanlah impulsive buying. Audiens Anda akan lebih tertarik jika merasa “nyambung” secara emosional dengan nilai yang ditawarkan brand Anda, bukan karena promo terbatas 24 jam.
  2. Perjalanan Customer Lebih Panjang
    Dibandingkan produk fast-moving, high ticket product membutuhkan waktu lebih lama dalam proses pertimbangan. Instagram ads harus diformat sebagai bagian dari digital marketing funnel, bukan satu-satunya titik konversi.
  3. Trust Is Everything
    Konsumen kelas atas tidak hanya mencari harga atau fitur. Mereka mencari trust, kredibilitas, dan kejelasan misi brand. Semua ini tidak bisa dicapai dengan teknik pushy selling, melainkan melalui storytelling yang relatable dan meyakinkan.

Strategi Storytelling yang Bisa Diterapkan

  1. Gunakan Archetype Brand yang Konsisten
    Dalam bukunya The Hero and the Outlaw, Mark & Pearson menjelaskan bahwa setiap brand idealnya memiliki karakter atau “archetype” yang mencerminkan kepribadian, nilai, dan cara berkomunikasi mereka.Konsepnya mirip seperti tokoh dalam sebuah cerita. Misalnya:

    1. The Ruler cocok untuk brand yang menawarkan kontrol, kemewahan, dan kredibilitas tinggi. Seperti brand properti eksklusif atau layanan keuangan.
    2. The Sage adalah tipe brand yang fokus pada pengetahuan dan wawasan. Cocok untuk edukasi, teknologi, atau produk berbasis data.
    3. The Explorer ideal bagi brand yang menjual kebebasan, petualangan, atau pengalaman unik. Seperti travel gear atau lifestyle brand.
      Menentukan dan konsisten menggunakan archetype ini akan membantu brand membangun narasi Instagram ads yang otentik dan terasa personal, bukan hanya terlihat menjual.
  2. Kisahkan Pelanggan Sebagai Tokoh Utama
    Buat audiens merasa bahwa mereka adalah “hero” dalam cerita Anda, bukan sekadar target iklan. Gunakan format carousel atau reels untuk menunjukkan transformasi nyata dari pengguna produk Anda.
  3. Bangun Narasi Jangka Panjang
    Jangan hanya fokus pada satu iklan. Kembangkan rangkaian cerita yang membentuk persepsi kuat terhadap brand Anda dari waktu ke waktu.
  4. Pilih Format Visual yang Bercerita
    Gunakan visual yang tidak hanya menarik perhatian, tapi juga menyampaikan makna. Misalnya, bukan hanya menampilkan produk, tapi tunjukkan bagaimana produk tersebut hadir dalam kehidupan nyata pelanggan.

Saatnya Tingkatkan Konversi dengan Narasi yang Menggerakkan

Di CDL Agency, kami percaya bahwa storytelling bukan sekadar tren, melainkan strategi yang terbukti bekerja untuk Instagram ads, khususnya dalam menjual produk premium. Dengan tim kreatif dan strategis yang memahami psikologi konsumen dan perjalanan digital mereka, kami siap membantu Anda menyusun narasi yang tepat untuk setiap segmen audiens.

Ingin Instagram ads Anda berhenti membuang budget dan mulai membangun meaningful impact?
Diskusikan strategi storytelling brand Anda bersama CDL Agency hari ini.